Sabtu, 13 Juni 2009

Nasehat Para Imam Mahzab

Melihat fenomena saat ini, timbul berbagai pemikiran dan pandangan tentang menentukan suatu masalah yang kadang-kadang tidak ada dasar hukumnya, baik secara individu maupun secara kolektif. Salah satu fenomena adalah saling bermusuhan atau saling menyerang antara satu pihak dengan pihak lain. Mereka lalai bahwa para As-salafus Shaleh (pendahulu) dan para imam dulu berada di atas puncak solidaritas dan kelapangan wawasan ilmu. Hal ini disebabkan sebagian kaum muslimin saat ini jauh dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Mereka senantiasa bersikap fanatisme kepada pendapat, pakar, tokoh, firqoh, tradisi, kelompok, organisasi, golongan, suku, budaya atau menisbatkan diri kepada sebutan tertentu, misalnya, Islam moderat, Islam reaksioner, Islam ekstrim, Islam tengah, Islam kanan, Islam kiri dan sebutan lain sebagainya, yang menyebabkan timbulnya kebingungan, kekeliruan, penyimpangan, anarkis, kekesatan, kemaksiatan, usaha untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah, bahkan sampai terjerumus kesyirikan. Dari semua hal itu akan muncul keinginan hawa nafsu dan sikap egois (menang sendiri), sempit wawasan, hedonis dan apatis Ketahuilah sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.." (QS. Yusuf : 53) firman Allah Ta'ala yang lain :

"Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui" (QS. Al-Jatsiyah : 18).

Mereka yang masuk dalam golongan yang fanatik mewajibkan kaum muslimin dengan sesuatu yang tidak lazim untuk berbuat taklid. Bahkan mereka mempengaruhi kaum muslimin dengan penyimpangan-penyimpangan yang lain, seperti dalam ucapan mereka, " wajib untuk taklid terhadap salah satu mazhab (pendapat), tidak boleh lebih dari itu." . Pendakwaan yang jelek seperti ini telah mereka suguhkan kepada mayoritas kaum muslimin sehingga menyebabkan persatuan kaum muslimin menjadi pecah, kekuatan mereka menjadi lemah sehingga mereka menjadi mangsa, seperti makanan di dalam talam. Ini semua dilarang oleh Islam karena termasuk perilaku yang tidak terpuji. Racun fanatisme dengan berbagai bentuk dan jenisnya, semua itu dimurkai oleh Allah Subhana wa Ta'ala.:

"Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah ) menjadi beberapa golongan , tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka " (QS..Al-An'am : 159). Firman Allah Ta'ala yang lain :

"Kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan, tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka " (QS. Ar-Rum :31-32).

Maka sudah saatnya kita kembali dan berkiblat kepada argumen yang Shahih dan benar. Segala perselisihan dan kefanatikan dikembalikan kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah jika kita benar-benar Beriman kepada Allah Subhanallah wa Ta'ala :

"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya" (Qs. An-Nisa : 59).

Para ulama menuturkan , " Semua orang sepakat bahwa orang yang taklid tidaklah termasuk ahlul Ilmu (orang yang berilmu atau ulama), karena ilmu adalah mengenal kebenaran beserta dalil-dalilnya".
Kita tidak diperintahkan kecuali mengikuti Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah Subhanallah wa Ta'ala dan keterangan-keterangan Rasulullah Shallahu'alaihi wa salam dengan hadist-hadist shahih. Para Imam mazhab sendiri sangat berhati-hati dalam setiap mengambil keputusan untuk menetapkan suatu hukum. Mereka mempertimbangkan dari berbagai sisi dalil, namun demikian, mereka juga manusia biasa yang tak luput dari khilaf dan dosa. Karena tak semua ungkapan mereka dapat dijadikan sebagai rujukan.

Terkadang sifat fanatik terhadap mazhab tertentu membutakan logika kebenaran yang sudah jelas disebutkan dalam nash yang Shahih yang sudah jelas kebenarannya. Ini merupakan sikap yang kurang dewasa dalam memahami teks Al-Qur'an dan Hadist Nabi Shallahu ala'ihi wa sallam sebagi sumber yang harus dipegang. Kita hanya dibolehkan mengikuti suatu hukum, manakala yang disampaikan seirama dengan pesan Allah Ta'ala dan Rasul-Nya. Bahkan para imam sendiri mengingatkan kepada kaum muslimin dan para pengikutnya agar berhati-hati menggunakan pendapatnya sebelum mengetahui benar landasan yang di gunakan.

Berikut ini akan kita paparkan uraian penukilan yang disebutkan Syaikh Jamil Zainu tentang beberapa pendapat imam mazhab yang dapat menjelaskan kebenaran kepada kaum muslimin terutama kepada pengikut mereka :

1. Pesan Imam ABU HANIFAH

Imam Abu Hanifah, ajaran-ajaran fiqihnya menjadi pijakan kebanyakan orang, berkata (Abu Hanifah):
  • Tidak diperbolehkan seseorang mengambil pendapat kami sebelum mengetahui dari mana kami mengambilnya.
  • Haram bagi yang tidak mengetahui dalil saya, kemudian memberi fatwa dengan kata-kata saya, karena saya adalah manusia biasa yang sekarang bicara sesuatu dan esok tidak bicara itu lagi.
  • Jika saya mengucapkan pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an serta hadist Nabi Shallahu alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataan saya.

2. Pesan Imam IMAM MALIK

Imam Malik, imam penduduk Madinah, berkata :
  • Sesungguhnya saya adalah manusia biasa, yang dapat salah dan dapat juga benar. maka perhatikan secara kritis pendapatku. Jika sesuai dengan kitab dan Sunnah ambillah, dan setiap pendapat yang tidak sesuai dengan kitab dan Sunnah tinggalkanlah.
  • Setiap orang sesudah Nabi dapat diambil ucapannya dan dapat pula ditinggalkan, kecuali, Nabi Muhammad Shallahu alaihi wa sallam.

3. Pesan Imam SYAFI'I

Imam Syafi'I dari keluarga Ahli Bait, berkata :
  • Setiap orang ada yang pendapatnya sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dan juga ada yang tidak sesuai. Jika saya berkata dengan suatu pendapat dari Rasullah tapi kenyataannya bertentangan dengan ucapa Rasullah Shallahu alaihi wa sallam , maka pendapat yang benar adalah ucapan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dan itulah pendapat saya.
  • Orang-orang Islam telah melakukan ijma' bahwa siapa saja yang jelas mempunyai dalil berupa Sunnah Rasulullah maka tidak dihalalkan bagi seorang meninggalkan karena ucapan orang lain.
  • Jika kamu mendapatkan hal-hal yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dalam buku saya, maka ikutilah ucapan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dan itulah pendapat saya juga.
  • Jika suatu hadist itu Shahih maka itulah mazhab saya.
  • Beliau berkata kepada Imam Ahmad bin Hambal, " anda lebih pandai dari saya tentang dan keadaan para periwayat hadits, jika anda tahu bahwa sesuatu hadist itu Shahih maka beritahukanlah kepada saya sehingga saya akan berpendapat dengan hadits itu ".
  • Setiap masalah , yang mempunyai dasar hadits Shahih menurut para ahli hadist dan bertentangan dengan pendapat saya, maka saya akan kembali pada hadits tersebut selama hidup atau sesudah mati.

4. Pesan Imam AHMAD BIN HAMBAL.

Imam Ahmad bin Hambal, Imam para pengikut ahli Sunnah, berkata :

  • Jangan engkau bertaklid kepadaku atau Imam Syafi'I, Imam Auza'I atau Imam Ats-Tsaury tapi ambillah dari mana asal mereka mengambil.
  • Siapa saja menolak hadist Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam maka ia berada di tepi kehancuran. "Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya)" Qs. Al-A'raf : 3.

Maka seorang Muslim yang mendengarkan hadits Shahih tidak diperbolehkan untuk menolaknya, karena hal ini bertentangan dengan mazhab tertentu yang dianutnya. Para Imam mazhab telah melakukan ijma' untuk mengambil hadits Shahih dan meninggalkan setiap pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits shahih tersebut.[2]


Maraji'
  1. Benarkah Cara Anda Bermazhab ?/ Muhammad Sulthan al-Ma'shumi al-Khujandi ; penerjemah, Abu Humaira ; Muraja'ah, Luqman Hakim, - Jakarta : Darul Haq, 2005.
  2. SWARAQURAN, no.3, Thn. Ke-6 / Syaban 1427 H/ September 2006 M

Jumat, 12 Juni 2009

Ada apa dengan ramalan bintang......?

Oleh: Abdurrahman Abu Aslam al-Atsary

Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, keluarganya dan para sahabatnya serta orang yang mengikuti petunjuknya.

Sebagian koran dan majalah telah sengaja membuat pojok khusus yang menyebarkan tentang ramalan bintang, yang ditulis dengan judul yang menarik yang bisa menipu orang yang tidak memiliki ilmu tentang haramnya ramalan bintang.

Di antara judul itu adalah: Kamu dan Bintang, Ramalan Nasib, Nasibmu Pekan Ini, dan lain sebagainya. Di antaranya ada yang ditulis dengan cara menyebutkan gugus bintang seperti: Bintang Aquarius, Leo, Libra, Cancer dan lain-lain. Ada juga yang ditulis dengan cara menghitung bulan, dengan membuat jadwal bulan ini dan bulan ini. Ada pula yang ditulis dengan metode tahunan.

Ketahuilah wahai saudaraku yang aku cintai, bahwa tidak ada yang mengetahui hal yang ghaib selain Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Katakanlah; ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah’,....”(An-Naml: 65).

Para imam madzhab (yang empat) telah sepakat akan haramnya ramalan bintang. Imam Nawawi berkata: “Buku-buku tentang ilmu nujum, ramalan dan yang lainnya dari ilmu yang batil dan diharamkan, maka menjualnya adalah batil karena tidak ada manfaat yang dibolehkan, di mana Ibnu Hajar al-Haitsami as-Syafi’i menganggapnya termasuk dari dosa-dosa besar.”(Majmu’ [9/240]).

Sebagian orang-orang bodoh dan yang lemah iman malahan terkadang pergi kepada ahli nujum (tukang ramal) dan bertanya kepada mereka tentang masa depannya, apa yang bakal menimpanya, tentang pernikahannya, dan sebagainya. Padahal barangsiapa mengaku menggetahui ilmu ghaib atau membenarkan/percaya kepada orang yang mengaku hal tersebut, maka dia adalah musyrik dan kafir, sebab dia mengaku bersekutu dengan Allah dalam hal yang merupakan kekhususan bagi Allah. Ketahuilah bahwa bintang-bintang itu adalah makhluk yang tunduk kepada Allah. Bintang-bintang itu tidaklah menunjukkan kesengsaraan maupun kebahagiaan dan kematian maupun kehidupan.

Telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Ahmad, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi seorang peramal lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak akan diterima selama 40 malam.”(HR. Muslim [no.2230] dan Ahmad [IV/68, V/380]. Lafazh ini adalah lafazh milik Muslim.)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi seorang peramal atau dukun kemudian membenarkan apa yang ia katakan, maka orang itu telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.”(HR.Ahmad [II/429], al-Baihaqi dalam sunannya [VIII/135], al-Hakim [1/8] dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi.)


Rujukan:
1. Kitab Tauhid 3, Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, cet. IX-Darul Haq, th. 1428 H.
2. Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cet. III-Pustaka Imam Syafi’i, th 1427 H.
3. An-Nashihah, Volume 13 tahun 1429 H. (Penjelasan Dari Lajnah Da’imah Lil Buhuts Ilmiyah Wal Ifta’.)
0 komentar

Rabu, 03 Juni 2009

Prinsip Dasar Aqidah Islam

Prinsip Dasar Aqidah Islam PDF Cetak E-mail

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'aala yang telah memberikan kita nikmat Islam sebagai agama. Kemudian shalawat beserta salam tercurahkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya ridwaanulaahi ‘alahim ajma'in dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman dengan kebaikan. Diantara nikmat yang paling besar dan berharga ialah ketika seseorang hidup dalam keadaan Islam dan beriman, yaitu beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala, Dialah satu-satunya Dzat yang berhak kita ibadati, sebagaimana yang diucapkan oleh Imam Abu 'Aliyah rahimahullah, seorang pembesar tabi'in yang mengatakan: "Sungguh Allah Subhanahu wa Ta'aala telah memberikan kepadaku dua nikmat, dan aku tidak tahu mana antara keduannya lebih afdhol (utama), yaitu Allah Subhanahu wa Ta'aala memberiku hidayah untuk memeluk Islam, dan tidak menjadikan aku seorang Haruri (kelompok Khawarij).

Dan kita telah yakin bahwa agama Islam merupakan agama yang haq (benar), satu-satunya agama yang sah di sisi Allah Subhanahu wa Ta'aala, sedangkan agama lain tertolak, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'aala: "Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, sedangkan dia di akhirat termasuk dari orang-orang yang merugi". (QS. Ali 'Imran/3: 85)

Dari ayat itu, jelaslahlah akan tertolaknya ungkapan-ungkapan yang menyatakan bahwa semua agama sama.

Salah satu permasalahan yang wajib diketahui oleh seorang muslim adalah mengetahui ajaran-ajaran Islam secara benar. Dengan demikian, dia telah menyelamatkan agamanya, menyelamatkan dirinya dari fitnah dunia dan akhirat, serta mampu nantinya untuk menjawab pertanyaan malaikat dengan benar di alam kubur, yaitu: "Apa agamamu". Tulisan singkat ini akan menerangkan beberapa hal penting yang berkenaan dengan Islam.

Islam memiliki definisi secara syar'i -sebagaimana yang didefinisikan oleh para ulama-: "Islam adalah berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala dengan bertauhid dan tunduk kepadanya, dengan berlepas diri syirik dan pelakunya". Dari definsi tersebut ada tiga permasalahan pokok yang penting didalam makna Islam, yaitu:

1. Berserah diri dengan tauhid.

Artinya, bahwa seorang hamba berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala dengan cara beribadah hanya kepada-Nya, tidak kepada yang lain. Hal ini merupakan inti dakwah para Rasul, yaitu mengajak manusia hanya beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala, bukan kepada selain-Nya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman: "Dan sungguh telah Kami utus seorang Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) sembahlah Allah saja dan jauhilah thaghut (sesembahan selain Allah)". (QS. an-Nahl/16: 36)

2. Berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala dengan ketaatan.

Maksudnya, seorang muslim harus menundukkan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala dengan melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Ketahuilah wahai kaum muslimin; bahwa semua tindak tanduk kita akan dimintai oleh Allah Subhanahu wa Ta'aala pertanggungjawabannya, dimana ketika itu tidak lagi bermanfaat harta benda dan anak keturunan, sebagaimana yang telah Allah Subhanahu wa Ta'aala jelaskan dalam al-Qurân: "Yaitu pada hari yang tidak bermanfaat lagi harta dan anak, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (selamat)." (QS. Asy-Syu'aro'/26: 88-89 )

Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mempertegas dalam haditsnya: "Tidaklah akan bergeser kedua telapak kaki anak Adam, hingga dia ditanyai tentang empat perkara; tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang ilmunya apa yang telah ia amalkan, tentang hartanya, darimana dia dapatkan dan kemana dia belanjakan, dan tentang badannya dipergunakan untuk apa". (HR. at-Tirmidzi: 2417, Shohih)

3. Berlepas diri dari segala bentuk kesyirikan.

Artinya, wajib hendaklah bagi seorang muslim untuk menjauhi syirik beserta segala bentuknya dan pelakunya. Hal inilah yang telah dicontohkan oleh Bapak para Nabi, yaitu Ibrahim ‘alaihissalaam, sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'aala dalam al-Qurân, yang artinya: "Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya, ketika mereka berkata kepada kaum mereka: 'Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu, dan dari apa-apa yang kalian sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antar kami dan kamu permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja". (QS. al-Mumtahanah/60: 4)

Ketahuilah wahai kaum muslimin, bahwa perbuatan syirik mempunyai efek yang sangat bahaya dalam Islam, dia menyebabkan rusaknya amal seseorang, tidak diampuni dosa pelaukunya, dan akan mengekalkan pelakunya didalam api neraka, akan melemahkan keyakinan, merusak akal, sehingga tidak peduli lagi mana yang benar dan mana yang salah. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'aala telah mengharamkan surga bagi orang-orang yang berbuat syirik.

Untuk lebih meyakinkan hati kita marilah kita simak dalil-dalil yang menunjukkan bahaya syirik tersebut, baik dari al-Qurân maupun bersumber dari sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

A. Dalil-dalil dari al-Qurân

    1. Allah Subhanahu wa Ta'aala menyatakan bahwasanya dosa syirik tidak akan diberikan ampunan (jika pelakunya mati dalam keadaan belum bertaubat perbuatan syirik).

Allah Subhanahu wa Ta'aala berfirman yang artinya: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan akan mengampuni dosa selainnya, bagi orang dikehendakinya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh dia telah berbuat dosa yang besar". (QS. an-Nisa'/4: 48)

2. Allah Subhanahu wa Ta'aala haramkan surga-Nya bagi orang yang berbuat syirik.

Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'aala yang artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah haramkan baginya surga, dan tempatnya ialah neraka, dan tiadalah ada bagi orang-orang yang zholim itu seorang penolongpun". (QS. al-Maidah/5: 72)

3. Syirik menghapus pahala semua amal shalih.

Allah 'Azza wa Jalla berfirman yang artinya: "Kalau sekiranya mereka berbuat syirik maka lenyaplah seluruh amal yang mereka kerjakan". (QS. al-An'aam/6: 88)


B. Dalil-dalil dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Ketika salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Ya Rasulullah, dosa apakah yang paling besar? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Engkau jadikan bagi Allah Subhanahu wa Ta'aala sekutu, padahal Dia-lah yang telah menciptakanmu". (HR. Bukhari: 447)

Bahkan dalam riwayat hadist yang lain, ketika seseorang berjumpa Allah di akhirat tanpa mempersekutukan-Nya, maka Allah akan berikan surga baginya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya: "Barangsiapa yang bertemu dengan Allah 'Azza wa Jalla dengan tidak berbuat syirik sedikitpun maka ia akan masuk surga". (HR. Bukhari: 1/231).

Syirik merupakan induk dari segala dosa besar, sehingga diletakkan pada peringkat pertama dalam dosa besar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Apakah kalian suka kalau sekiranya aku beritahukan kepada kalian sebesar-besarnya dosa? Kami (para sahabat) menjawab: Tentu saja Ya Rasulullah, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala dan durhaka kepada kedua orangtua,..... (HR. Bukhari Muslim)

Oleh karena itu, kita serukan kepada kaum muslimin, berhati-hatilah dari bahaya syirik ini dan jangan sampai kita terjerumus kedalam lembah kesyirikan meskipun perbuatan itu adalah syirik kecil. Wallahu a'lam bishshawaab.

(diambil dari Website www.dareliman.or.id

Mengenal Allah

Oleh:
Abdurrahman Abu Aslam al-Atsary


Ma'rifatullah atau mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan satu perkara wajib yang mesti diketahui oleh seorang muslim karena tanpa mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia tidak akan mungkin bisa meraih kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.

Mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan salah satu dari tiga pertanyaan yang akan ditanyakan oleh malaikat kepada manusia tatkala mereka masih berada di alam Barzakh (alam kubur). Adapun tiga pertanyaan itu adalah sebagai berikut:
1. Pertanyaan tentang siapa Robbmu
2. Apa agamamu
3. Siapa Nabimu

Ketiga pertanyaan di atas merupakan tiga landasan pokok yang wajib diketahui oleh setiap muslim. Ketidaktahuan seseorang kepada tiga hal tersebut akan menyebabkan ia mendapat azab dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

[Pertanyaan di alam kubur dapat dilihat di HR. Abu Dawud (no. 4753), Ahmad (IV/287,288,295,296), al Hakim (I/37-40), Ahkamul Janaa’iz (hal. 199-202), Syarah Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah (hal.306). Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi.]

Apa tujuan yang hendak dicapai ketika seseorang mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala ?
Seseorang yang tidak mengerti tujuannya, maka ia akan berada dalam kebingungan dan terombang-ambing sehingga ia akhirnya terjatuh ke dalam lembah kesesatan dan kebathilan. Syaikh Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa; ketika seseorang telah mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan benar, maka secara pasti ia akan mempunyai beberapa sikap yang akan tampak pada dirinya, diantara sifat tersebut adalah:

1.Menerima syariat yang ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2.Tunduk dan patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3.Menjadikan Syariat Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai penentu hukum.

Timbul pertanyaan bagi kita, kenapa banyak orang tidak mau menerima Syariat Islam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapkan ? kenapa banyak kaum muslimin tidak mau patuh dan tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ? Bahkan mereka lebih mendahulukan hawa nafsunya ketimbang mentaati perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan diantara mereka masih berhukum dengan hukum yang mereka buat sendiri dan tidak berhukum dengan hukum Allah secara menyeluruh.

Jawaban pertanyaan di atas yaitu mereka tidak mengenal Allah Tabaaraka wa Ta’ala dengan benar dan sempurna. Mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan benar dan sempurna akan membuahkan ketaatan dan kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Siapakah Robb-mu (Tuhanmu)?

Agar seorang muslim bisa mengenal Robbnya dengan baik dan bisa patuh serta mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka mereka wajib mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan benar dan menurut pandangan Syariat Islam.

Robb kita adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dialah yang menciptakan kita, Yang memberi rezeki, Yang menghidupkan dan mematikan, Dia-lah Allah Subhanahu wa Ta’ala Robbul 'alamin, Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala Dzat yang wajib kita sembah. Hanya Dia Subhanahu wa Ta’ala yang kita sembah dan tidak boleh mempersekutukan-Nya dalam bentuk apapun. Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menurunkan kepada makhluknya semua nikmat. Nikmat-nimat Allah Tabaaraka wa Ta’ala tidak terhitung banyaknya. Allah Ta’ala berfirman: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan bisa menghitung-Nya.” (QS. an-Nahl: 18).

Wahai Saudaraku, untuk lebih meyakinkan kita tentang siapakah Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka mari kita ambil pelajaran dari al-Qur'an kalamullah:

1.Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Pencipta kita.
Allah Ta’ala berfirman: “Dialah (Allah) yang telah menciptakan kamu dari tanah, kemudian menetapkan ajal(kematianmu),….” (QS. al-An'am:2).

2.Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Pemberi rezeki.
Sebagaimana firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala: “Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezeki dan Yang Maha Kuat lagi sangat Kokoh” (QS. adz-Dzaariyat: 58)

3.Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya saja.
Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta’aala berfirman: “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku(mentauhidkan-Ku).” (QS. adz-Dzaariyat: 59)

Arti tauhid adalah mengesakan Allah dalam ibadah. Disebutkan dalam hadits qudsi dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Wahai anak adam ! Beribadahlah kepada-Ku niscaya Aku akan penuhkan dadamu dengan rasa kecukupan dan Aku menutupi kefakiranmu. Jika tidak, maka Aku akan penuhkan dadamu dengan kegalauan dan Aku tidak akan menutupi kefakiranmu.” [Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad(16/8681) dan Tirmidzy(4/2466). Dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan juga dishahihkan oleh Syaikh al-Albany.]

Saudaraku, ketahuilah bahwa semua bentuk ibadah harus ditujukan hanya kepada Allah semata dan tidak boleh dipalingkan kepada selain-Nya sedikitpun. Contoh ibadah misalnya: do’a, sholat, puasa, haji dan lain-lain. Maka kita tidak boleh berdo’a kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak boleh berdo’a kepada selain-Nya. Jika kita berdo’a kepada Allah maka kita harus berdo’a langsung kepada Allah, karena demikianlah Allah memerintahkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS al-Mu’min: 60). Jelas bagi kita dalam ayat ini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk langsung berdo’a kepada-Nya. Oleh sebab itu, walaupun kita seorang yang memiliki banyak dosa kita tetap harus berdo’a langsung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak boleh kita berdo’a kepada orang yang telah mati, walaupun dia seorang nabi, rasul, wali dan sebagainya, ataupun menjadikan mereka sebagai perantara do’a kita kepada Allah karena ini adalah suatu bentuk kesyirikan. Kesyirikan adalah dosa besar yang dapat membatalkan keislaman dan pelakunya akan dimasukkan ke dalam naar (neraka). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “…Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang yang zalim itu seorang penolongpun.” (al-Ma’idah: 72). Syirik yaitu menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal-hal yang merupakan kekhususan Allah. Atau dengan kata lain syirik artinya menyekutukan Allah. Allah Ta’ala berfirman: “….Barangsiapa yang mempersekutukan Allah (berbuat syirik), maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisaa’: 48)

4.Allah Subhanahu wa Ta’aala merupakan Robb sekalian alam.
Sebagaimana dalam firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala: “Segala puji bagi Allah Robb semesta alam alam”. (QS. al-Fatihah: 2)

Robb semesta alam artinya: Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala Pencipta alam semesta, Pengurus dan Pembimbing mereka dengan segala nikmat-Nya, serta dengan mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya dan Pemberi balasan atas segala perbuatan makhluk-Nya.

Apa metode (manhaj) dalam mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala ?

Hal ini sangat perlu dan wajib kita ketahui, karena tatkala seseorang tidak mengenal cara yang benar dalam mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia akan mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan cara-cara yang keliru. Contoh kekeliruan dalam mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah dengan anggapan bahwa mengenal Allah Tabaaraka wa Ta’ala seperti mengenal diri sendiri, perkataan mereka tersebut dilandaskan pada sebuah hadits: “Siapa yang mengenal dirinya maka mereka akan kenal dengan Tuhannya” padahal ungkapan ini adalah hadits yang tidak ada asal usulnya sehingga tidak bisa dijadikan dalil (landasan) karena hadits ini tidak sah (shahih) datangnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam an-Nawawi mengatakan bahwa hadits ini tidak ada asalnya. Al-‘Allamah al-Fairuz Abadi berkata: “Tidaklah termasuk hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sekalipun kebanyakan manusia menganggapnya sebagai hadits Nabi…”. [Silahkan lihat buku “Koreksi Hadits-Hadits Dha’if Populer” tulisan Ust Abu Ubaidah hal. 43-44].

Adapun manhaj (metode) dalam mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah:

1.Memperhatikan dan memikirkan ciptaan Allah Ta’ala dan keagungan-Nya, karena dengan melakukan hal seperti ini akan mengantarkan seseorang kepada mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengenal kekuasaan-Nya, dan keagungan-Nya serta rahmat-Nya. Dalam hal ini Allah Tabaaraka wa Ta’aala berfirman: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pada pertukaran malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.” (QS. Ali Imran: 190)
Tatkala seseorang mau mengkaji ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala ini, maka dengan sendirinya mereka akan semakin yakin dan kagum kepada Penciptanya, yang tidak bisa disaingi oleh siapapun serta tidak ada yang serupa dengan-Nya, Allah Ta’ala berfirman: “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia(Allah), dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. asy-Syura: 11). Lihatlah langit, bulan, matahari, siang, malam, bahkan manusia sendiri yang diciptakan dalam sebaik-baik bentuk. Semua ini menunjukkan kehebatan Sang Pencipta. Allah Ta’ala berfirman: “Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. at-Tin: 4)

2.Mengkaji ayat-ayat Syar'i (al-Qur'an)
Seseorang yang ingin kenal dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka suatu keharusan baginya untuk memandang dan mempelajari ayat-ayat Syar'i, yaitu al-Qur'anul Karim. Karena tidak cukup hanya dengan melihat keagungan ciptaan-Nya saja. Al-Qur'an akan memberikan keyakinan dan akan memperkenalkan kepadanya tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia (al-Qur’an) merupakan wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala, di dalamnya terdapat kemaslahatan-kemaslahatan yang besar, karena tidak akan bahagia kehidupan makhluk, baik di dunia maupun di akhirat kecuali dengan mengenal-Nya. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Maka apakah mereka tidak mentadabburi al-Qur'an. Kalau sekiranya al-Qur'an itu bukan dari Allah, maka sungguh mereka akan mendapati perselisihan yang sangat banyak di dalamnya.” (QS. an-Nisaa': 82)

Tentu semua ini harus dikaji dengan ilmu, sedangkan untuk mendapatkan ilmu seseorang tidak boleh berpangku tangan, atau menunggu datangnya ilmu tersebut. Hendaklah seseorang yang akan mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala mau belajar, hadir di majelis-majelis ilmu dan mempunyai perhatian tentang Aqidah yang Shohih. Ketahuilah, Allah akan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Ta’ala berfirman: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengrtahuan beberapa derajat.” (QS. al-Mujadilah: 11). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan untuknya, Allah jadikan ia faham akan agama.” [Diriwayatkan al-Bukhari, Kitab al-Ilm (no. 71) dan Muslim, Kitab Zakat (no. 2387-2389).]

Semakin tinggi ilmu seseorang tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia akan semakin mengetahui nikmat dan manfaat yang dapat ia rasakan, bahkan ia akan semakin takut untuk melakukan perbuatan dosa dan maksiat, dan juga ia akan merasakan semakin kuat dorongan di dalam beramal sholeh dan melaksanakan syari'at agama ini. Hal ini disebabkan karena perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah realisasi dari mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala. Untuk menambah bahan bacaan, dalam hal ini kami anjurkan para pembaca untuk membaca buku-buku aqidah seperti: Syarah Tsalatsatul Ushul oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin atau oleh Syaikh Sholeh al-Fauzan, dan kitab Tauhid oleh Syaikh Sholeh al-Fauzan dari jilid 1-3.

4 hal pokok yang wajib diperhatikan dalam mengenal Allah Subhanahu wa Ta’aala dan beriman dengan-Nya:

1.Beriman dengan adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Seseorang harus meyakini adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik dengan dalil naqli (al-Quran dan Sunnah) maupun dalil akal. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta’aala berfirman: “Katakanlah (Muhammad); siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan ? Maka mereka akan menjawab: “Allah…..” (QS. Yunus: 31)

2.Beriman dengan Rububiyah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Meyakini bahwa Dialah satu-satunya Robb, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menghidupkan, mematikan, memberi rezki, serta mengatur alam semesta ini. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Musa menjawab, ‘Sesungguhnya kamu telah megetahui bahwa tidak ada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Rabb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata, dan sesungguhnya aku mengira kamu, wahai Fir’aun, adalah seorang yang akan binasa.’” (QS. Al-Israa’: 102). Imam Ibnul Qayyim berkata bahwa konsekuensi rububiyah adalah adanya perintah dan larangan kepada hamba, membalas yang berbuat baik dengan kebaikan, serta menghukum yang jahat atas kejahatannya. [Lihat Madarijus Salikin, I, hal. 68.]

3.Beriman dengan Uluhiyah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah satu-satunya Dzat yang harus disembah dan diibadati serta tidak berbuat syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’aala. Allah Ta’ala berfirman: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, malainkan Kami wahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’.” (al-Anbiya’ :25)

4.Beriman dengan asma' dan sifat-Nya.
Meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang husna sesuai dengan kemuliaan-Nya, dan wajib menetapkan nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya yang telah Dia tetapkan bagi diri-Nya di dalam al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Karena tidak seorang pun yang lebih mengetahui Allah daripada Allah sendiri, dan tidak ada –sesudah Allah- orang yang lebih mengetahui Allah daripada Rasul-Nya. Tidak boleh bagi kita membatasi sifat Allah dalam jumlah tertentu karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki banyak sifat. Wahai saudaraku, ketahuilah bahwa barangsiapa yang mengingkari nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sifat-sifat-Nya atau menamakan Allah dan menyifati-Nya dengan nama-nama dan sifat-sifat makhluk-Nya atau menta’wilkan dari ma’nanya yang benar, maka dia telah berbicara tentang Allah tanpa ilmu dan berdusta terhadap Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman: “Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah ?” (al-Kahfi : 15)

Buah dari mengenal Allah Subhanahu wa Ta’aala (Ma'rifatullah)

Ketika seorang muslim telah kenal dengan Robbnya dengan benar, maka dengan sendirinya ia akan merasakan kenikmatan, ketenangan dan kebahagian hidup serta mampu menghadapi kehidupan dengan baik.

Syaikh Utsaimin rahimahullah mengatakan dalam kitab beliau Syarah Tsalasatul Ushul, bahwa buah yang didapatkan bagi orang yang beriman dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala (ma'rifatullah) adalah sebagai berikut:

1.Terwujudnya tauhid yang sesungguhnya, karena ia tidak lagi mempunyai ketergantungan, pengharapan dan rasa takut kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, dan ia tidak menyembah kecuali hanya kepada-Nya.

2.Sempurna cintanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengagungkan-Nya, disebabkan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mempunyai nama-nama yang husna dan sifat-sifat yang tinggi yang tidak sama dengan makhluk. Dengan mengetahui hal tersebut, akan bertambah keyakinannya dengan kesempurnaan Allah Subhanahu wa Ta’ala .

3.Dengan mengenal Allah Subhanahu wa Ta’aala dan beriman kepada-Nya, maka seseorang bisa mewujudkan ibadah yang sesungguhnya kepada Allah Ta’ala dengan melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.

Demikianlah pembahasan ini semoga ini menjadi pintu gerbang bagi kita untuk mengenal Allah Subhanahu wa Ta’aala lebih dalam lagi, sehingga kita akan merasakan kelezatan beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Wallahu a'lam.


Rujukan:
1.Tulisan Ustadz Faishal Abdurrahman, buletin darel iman.
2.Tulisan Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, buku "Syarah Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah".
3.Tulisan Ustadz Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi, buku “Koreksi Hadits-Hadits Dha’if Populer”.