Sabtu, 13 Juni 2009

Nasehat Para Imam Mahzab

Melihat fenomena saat ini, timbul berbagai pemikiran dan pandangan tentang menentukan suatu masalah yang kadang-kadang tidak ada dasar hukumnya, baik secara individu maupun secara kolektif. Salah satu fenomena adalah saling bermusuhan atau saling menyerang antara satu pihak dengan pihak lain. Mereka lalai bahwa para As-salafus Shaleh (pendahulu) dan para imam dulu berada di atas puncak solidaritas dan kelapangan wawasan ilmu. Hal ini disebabkan sebagian kaum muslimin saat ini jauh dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Mereka senantiasa bersikap fanatisme kepada pendapat, pakar, tokoh, firqoh, tradisi, kelompok, organisasi, golongan, suku, budaya atau menisbatkan diri kepada sebutan tertentu, misalnya, Islam moderat, Islam reaksioner, Islam ekstrim, Islam tengah, Islam kanan, Islam kiri dan sebutan lain sebagainya, yang menyebabkan timbulnya kebingungan, kekeliruan, penyimpangan, anarkis, kekesatan, kemaksiatan, usaha untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah, bahkan sampai terjerumus kesyirikan. Dari semua hal itu akan muncul keinginan hawa nafsu dan sikap egois (menang sendiri), sempit wawasan, hedonis dan apatis Ketahuilah sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.." (QS. Yusuf : 53) firman Allah Ta'ala yang lain :

"Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui" (QS. Al-Jatsiyah : 18).

Mereka yang masuk dalam golongan yang fanatik mewajibkan kaum muslimin dengan sesuatu yang tidak lazim untuk berbuat taklid. Bahkan mereka mempengaruhi kaum muslimin dengan penyimpangan-penyimpangan yang lain, seperti dalam ucapan mereka, " wajib untuk taklid terhadap salah satu mazhab (pendapat), tidak boleh lebih dari itu." . Pendakwaan yang jelek seperti ini telah mereka suguhkan kepada mayoritas kaum muslimin sehingga menyebabkan persatuan kaum muslimin menjadi pecah, kekuatan mereka menjadi lemah sehingga mereka menjadi mangsa, seperti makanan di dalam talam. Ini semua dilarang oleh Islam karena termasuk perilaku yang tidak terpuji. Racun fanatisme dengan berbagai bentuk dan jenisnya, semua itu dimurkai oleh Allah Subhana wa Ta'ala.:

"Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah ) menjadi beberapa golongan , tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka " (QS..Al-An'am : 159). Firman Allah Ta'ala yang lain :

"Kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan, tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka " (QS. Ar-Rum :31-32).

Maka sudah saatnya kita kembali dan berkiblat kepada argumen yang Shahih dan benar. Segala perselisihan dan kefanatikan dikembalikan kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah jika kita benar-benar Beriman kepada Allah Subhanallah wa Ta'ala :

"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya" (Qs. An-Nisa : 59).

Para ulama menuturkan , " Semua orang sepakat bahwa orang yang taklid tidaklah termasuk ahlul Ilmu (orang yang berilmu atau ulama), karena ilmu adalah mengenal kebenaran beserta dalil-dalilnya".
Kita tidak diperintahkan kecuali mengikuti Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah Subhanallah wa Ta'ala dan keterangan-keterangan Rasulullah Shallahu'alaihi wa salam dengan hadist-hadist shahih. Para Imam mazhab sendiri sangat berhati-hati dalam setiap mengambil keputusan untuk menetapkan suatu hukum. Mereka mempertimbangkan dari berbagai sisi dalil, namun demikian, mereka juga manusia biasa yang tak luput dari khilaf dan dosa. Karena tak semua ungkapan mereka dapat dijadikan sebagai rujukan.

Terkadang sifat fanatik terhadap mazhab tertentu membutakan logika kebenaran yang sudah jelas disebutkan dalam nash yang Shahih yang sudah jelas kebenarannya. Ini merupakan sikap yang kurang dewasa dalam memahami teks Al-Qur'an dan Hadist Nabi Shallahu ala'ihi wa sallam sebagi sumber yang harus dipegang. Kita hanya dibolehkan mengikuti suatu hukum, manakala yang disampaikan seirama dengan pesan Allah Ta'ala dan Rasul-Nya. Bahkan para imam sendiri mengingatkan kepada kaum muslimin dan para pengikutnya agar berhati-hati menggunakan pendapatnya sebelum mengetahui benar landasan yang di gunakan.

Berikut ini akan kita paparkan uraian penukilan yang disebutkan Syaikh Jamil Zainu tentang beberapa pendapat imam mazhab yang dapat menjelaskan kebenaran kepada kaum muslimin terutama kepada pengikut mereka :

1. Pesan Imam ABU HANIFAH

Imam Abu Hanifah, ajaran-ajaran fiqihnya menjadi pijakan kebanyakan orang, berkata (Abu Hanifah):
  • Tidak diperbolehkan seseorang mengambil pendapat kami sebelum mengetahui dari mana kami mengambilnya.
  • Haram bagi yang tidak mengetahui dalil saya, kemudian memberi fatwa dengan kata-kata saya, karena saya adalah manusia biasa yang sekarang bicara sesuatu dan esok tidak bicara itu lagi.
  • Jika saya mengucapkan pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an serta hadist Nabi Shallahu alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataan saya.

2. Pesan Imam IMAM MALIK

Imam Malik, imam penduduk Madinah, berkata :
  • Sesungguhnya saya adalah manusia biasa, yang dapat salah dan dapat juga benar. maka perhatikan secara kritis pendapatku. Jika sesuai dengan kitab dan Sunnah ambillah, dan setiap pendapat yang tidak sesuai dengan kitab dan Sunnah tinggalkanlah.
  • Setiap orang sesudah Nabi dapat diambil ucapannya dan dapat pula ditinggalkan, kecuali, Nabi Muhammad Shallahu alaihi wa sallam.

3. Pesan Imam SYAFI'I

Imam Syafi'I dari keluarga Ahli Bait, berkata :
  • Setiap orang ada yang pendapatnya sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dan juga ada yang tidak sesuai. Jika saya berkata dengan suatu pendapat dari Rasullah tapi kenyataannya bertentangan dengan ucapa Rasullah Shallahu alaihi wa sallam , maka pendapat yang benar adalah ucapan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dan itulah pendapat saya.
  • Orang-orang Islam telah melakukan ijma' bahwa siapa saja yang jelas mempunyai dalil berupa Sunnah Rasulullah maka tidak dihalalkan bagi seorang meninggalkan karena ucapan orang lain.
  • Jika kamu mendapatkan hal-hal yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dalam buku saya, maka ikutilah ucapan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dan itulah pendapat saya juga.
  • Jika suatu hadist itu Shahih maka itulah mazhab saya.
  • Beliau berkata kepada Imam Ahmad bin Hambal, " anda lebih pandai dari saya tentang dan keadaan para periwayat hadits, jika anda tahu bahwa sesuatu hadist itu Shahih maka beritahukanlah kepada saya sehingga saya akan berpendapat dengan hadits itu ".
  • Setiap masalah , yang mempunyai dasar hadits Shahih menurut para ahli hadist dan bertentangan dengan pendapat saya, maka saya akan kembali pada hadits tersebut selama hidup atau sesudah mati.

4. Pesan Imam AHMAD BIN HAMBAL.

Imam Ahmad bin Hambal, Imam para pengikut ahli Sunnah, berkata :

  • Jangan engkau bertaklid kepadaku atau Imam Syafi'I, Imam Auza'I atau Imam Ats-Tsaury tapi ambillah dari mana asal mereka mengambil.
  • Siapa saja menolak hadist Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam maka ia berada di tepi kehancuran. "Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya)" Qs. Al-A'raf : 3.

Maka seorang Muslim yang mendengarkan hadits Shahih tidak diperbolehkan untuk menolaknya, karena hal ini bertentangan dengan mazhab tertentu yang dianutnya. Para Imam mazhab telah melakukan ijma' untuk mengambil hadits Shahih dan meninggalkan setiap pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits shahih tersebut.[2]


Maraji'
  1. Benarkah Cara Anda Bermazhab ?/ Muhammad Sulthan al-Ma'shumi al-Khujandi ; penerjemah, Abu Humaira ; Muraja'ah, Luqman Hakim, - Jakarta : Darul Haq, 2005.
  2. SWARAQURAN, no.3, Thn. Ke-6 / Syaban 1427 H/ September 2006 M

Tidak ada komentar: